Home » » Sabu-Sabu Hukum Rasis

Sabu-Sabu Hukum Rasis

Written by bfilm on Friday, August 23, 2013 | 11:27 PM

to watch online movie or film, may be, we have a problem about the movie can't loaded. So, please check or update your flashplayer before. And enable JavaScript on your browser too.
Click here
to update adobe flash player before watching the online movie

Resensi Film | BFILM | La Cité Rose a.k.a Asphalt Playground (2012) ~

Sore ini Djibril tidak bisa pulang ke rumah susun Cité Rose yang telah menjadi tempat tinggalnya selama ini. Ia terpaksa mendekam di sel tahanan polisi akibat tidak bisa memberikan penjelasan dan bukti-bukti atas ketidak-terlibatannya terhadap kasus narkoba yang melibatkan Daouda.

Sebelum terjadinya aksi pencekalan dadakan di jalanan itu, Djibril sempat menolak mendapat tumpangan gratis dari Daouda. Namun, karena sore itu memang sudah tidak ada lagi bus yang melayani jalur Cité Rose, ia terpaksa menerima tawaran orang kulit hitam yang kebetulan juga akan melintasi jalur tersebut. Apalagi, Daouda mengaku telah lama mengenal Djibril dan sama-sama dari keturunan kulit hitam.

Sialnya, niat baik Daouda itu terganggu oleh aksi dadakan para polisi yang telah lama memburu dan membuntuti salah satu bandar narkoba yang satu ini. Sebab mobil yang dikemudikan anak buah Daouda itu terpaksa berhenti mendadak tanpa direncana sebelumnya. Daouda dan anak buahnya yang menyetir mobil tadi langsung lompat keluar dan berlari terhuyung-huyung meninggalkan Djibril yang tidak bisa turut kabur.

Djibril lantas menjadi bulan-bulanan para polisi devisi anti-narkoba. Ia yang dituduh sebagai salah satu anak buah Daouda itu harus rela menjadi target introgasi yang memungkinkan dirinya bakal menjadi alat untuk menumpas aksi para bandar narkoba.

Meski sudah menyangkal tuduhan dan menjelaskan duduk perkaranya, Djibril masih saja ketiban sial. Mahasiswa Universitas Sorbonne yang bercita-cita menjadi seorang Pengacara ini harus bermalam sebagai seorang tahanan.

Minat Advokat

Meski pada akhirnya bisa bebas seusai mendapat jaminan dari Lola, tragedi pencekalan dan tuduhan sepihak itu semakin memperparah keprihatinan Djibril. Ia semakin mantap untuk melangkah maju meraih cita-citanya sebagai seorang pengacara yang nantinya bisa digunakan alat untuk pembelaan dirinya sendiri juga orang-orang kulit hitam yang sedang tersandung kasus hukum.

image, film, review, La Cité Rose a.k.a Asphalt Playground (2012), pic

Ia tidak ingin lagi melihat kejadian tragis-politis yang hanya bisa diselesaikan dengan cara mengemis pertolongan orang-orang kulit putih. Atau, dengan hanya berharap dan menunggu uluran tangan orang-orang kulit putih yang mencintai dan menyayanginya saja. Ia hanya ingin mencintai orang kulit putih bernama Lola itu dengan sepenuh harumnya cinta tanpa adanya bau politis-rasis nan amis.

Meski banyak yang menertawakan dan menganggap cita-citanya Djibril itu hanyalah mimpi di siang bolong, namun bukan demikian bagi Narcisse. Orang yang terkenal kejam dan ganas dalam urusan narkoba ini menganggap cita-cita Djibril sebagai cita-cita luar biasa dan sangat mungkin bakal tercapai. Tak pelak, orang kepercayaan bandar narkoba Gitan ini mendukung cita-cita tadi meski beberapa bawahannya sempat menertawakan dan mengancam Djibril. Tentunya, dengan harapan agar suatu hari nanti mendapat bantuan hukum dari Djibril jika Narcisse tertangkap dan terjerat pasal-pasal hukum akibat bisnis narkobanya.

Nyala Mimpi

Kalau memang cita-cita Djibril itu dianggap banyak orang sebagai bagian dari mimpi, tentu tak menjadi masalah bagi ayahnya. Bahkan, ketika merayakan ulang tahun keponakannya, Mitraillette, yang ke-12, orang kulit hitam yang satu ini memberikan pesan dengan mengutip sebuah peribahasa dari Mali: “jalan tercepat dari huruf A menuju huruf B, bukanlah garis (red : sesuatu) lurus. Namun, mimpi.”

Mimpi itu pula yang menjadikan Mitraillette tetap bertahan dan semangat belajar di sebuah sekolah setara SMP. Meski tak terlalu cerdas dalam menangkap pelajaran dan memiliki tampang yang pas-pas-an, anak laki-laki yang sedang memasuki masa pubertas ini cukup berani menyatakan cintanya terhadap seorang anak dari orang kulit putih. Padahal, gadis bernama Océane itu merupakan cewek paling cantik di kelasnya. Dan, jalinan cinta antara orang kulit hitam dan kulit putih pada masa itu masih banyak dianggap orang sebagai sesuatu yang tidak lumprah.

Walau demikian kenyatannya, Mitraillette tetap semangat belajar, mengerjakan tugas sekolah, dan tidak tersingkir dari lingkungan kekanak-kanakannya. Ia masih ikut bermain bersama teman-teman dan tetangganya di komplek rusun Cité Rose dan jalan beraspal. Mereka tampak biasa-biasanya, bahagia, dan ceria meski hidup dalam kesederhanaan. Bahkan, mereka semua tampak saling berupaya membantu kebahagiaan antar sesama dan menyayangi Mitralette yang sudah tidak punya ayah itu.

Mitralette memang tak memiliki ayah lagi setelah ayah tercintanya hilang dan tak jelas kabar kepergiannya. Sementara ibunya, France-Lise, tetap bertahan sebagai janda dan single parent dalam merawat anak satu-satunya itu. Adapun keluarga Mariama yang memiliki hubungan kekerabatan terdekat itu berupaya membantu, melindungi, dan menyayangi Mitralette sebagaimana anak-anaknya sendiri: Djibril, Isma, dan Goundo.

Maka maklum, kemudian, jika Mitralette sangat disayangi, dilindungi, dan dibantu oleh keluarga Mariama. Dalam ranah pendidikan, Mitralette dibantu oleh Djibril. Sementara dalam ranah permainan sehari-hari, Mitralette didampingi Isma.

Membunuh Mimpi

Namun indahnya limpahan kasih sayang orang tua, keluarga Mariama, dan lingkungan Cité Rose terhadap Mitralette itu nyaris lenyap akibat tindakan Narcisse. Anak buah yang dipercaya Gitan untuk menghendel semua transaksi narkoba ini menolak untuk mematuhi instruksi bosnya secara diam-diam.

Narcisse nekat hendak berjualan narkoba meski Gitan menghentikan stok barangnya dalam tiga minggu ke depan gara-gara mendengar bocoran akan adanya operasi narkoba besar-besaran. Adapun barang yang nantinya dijual Narcisse bersama anak buahnya itu diperoleh dari Bandar Narkoba Daouda atas informasi yang diberikan Isma.

Sialnya, transaksi yang dilakukan Narcisse itu berakhir dengan masalah. Sebab usai transaksi berjalan lancar, pihak Narcisse melakukan perampokan dengan cara menabrak mobil anak buah Daouda yang hendak pergi membawa uang hasil transaksi itu. Dengan begitu, pihak Narcisse langsung leluasa kabur dengan barang sekaligus uang yang semestinya dibayarkan kepada Daouda.

Akibat transaksi busuk itulah yang menjadikan Daouda marah besar dan memutuskan untuk memburu dan menghajar Narcisse. Sialnya, dalam proses perburuan itu, Narcisse dan anak buahnya pandai dalam bersembunyi dan siap-siap untuk kabur meninggalkan lingkungan Cité Rose. Adapun Isma yang baru ikut-ikutan kelompok Narcisse dan tidak pernah masuk sekolah itu dipergoki oleh anak buah Daouda.

Sayangya, Nordine, Mitralette, dan La Crête yang tidak tahu apa-apa itu sedang bermain bersama Isma yang menjadi salah satu target perburuan tadi. Dan. seusai Isma berhasil kabur dari incaran, anak buah Daouda langsung memegang dan membawa Mitralette sebagai sandaranya.

Adapun Djibril dan Lola yang kebetulan sedang mengawasi anak-anak itu dari atas jembatan, hanya bisa menyaksikan kejadian dan gagal menghadang aksi penculikan. Djibril yang tersulut amarah akibat peristiwa tadi lantas mengejar Isma dan meminta penjelasan atas peristiwa yang menyeret adik sepupu yang mereka sayangi itu.

Setelah memperoleh informasi dari Isma, Djibril langsung berlari dan menermui Narcisse yang juga teman sepermainannya semasa kecil itu. Sayangnya, sebelum menyadari bahwa terjadinya peristiwa penculikan itu akibat ulahnya, Narcisse malah memberikan pernyataan tulusnya bahwa ia akan menghajar siapapun yang melakukan penculikan terhadap Mitralette. Namun, setelah Djibril memberikan penjelasan dan mengancam akan melaporkan Narcisse ke kantor polisi jika tidak mau membantu, tiba-tiba Djibril mendapat perlawanan.

Djibril lantas dipukuli oleh Narcisse dan anak buahnya hingga babak belur dan tidak mampu melakukan serangan balik. Untungnya, Gitan dan anak buah elite-nya yang juga sedang memburu Narcisse usai mendengar kabar kecurangan transaksi itu segera tiba di lokasi persembunyian.

Narcisse lantas balik dihajar Gitan habis-habisan karena melanggar aturan dan telah melakukan transaksi curang dengan kelompok Daouda yang sudah sekian lama menjadi saingan bisnis narkobanya. Gitan pun menyita uang yang semestinya dibayarkan kepada Daouda dan langsung turun tangan sendiri untuk menyerahkan uang itu.

Tepat di sebuah lokasi yang telah disepakati sebelumnya, masalah yang mengancam perdamaian antara dua bandar narkoba itu teratasi dengan damai. Uangnya Daouda sudah diterima dan Mitrallette berhasil diserah-terimakan dengan selamat dan tidak adanya bekas-bekas penganiayaan. Tetapi, usai kemarahan dua bandar narkoba itu redam dan kedua kelompok hendak menuju mobil masing-masing, tiba-tiba terjadi perkelahian.

Salah anak buah Daouda yang masih marah itu langsung berlari dan memukuli Narcisse yang waktu itu juga diajak oleh Gitan. Kedua anak buah dari kelompok berbeda ini langsung baku hantam secara pribadi tanpa dibantu oleh kelompok mereka. Dan sialnya, ketika keduanya bergelut dan berebut sebuah pistol yang dikeluarkan oleh Narcisse, tiba-tiba sebuah peluru meluncur dari senjata api tadi. Mitralette yang berada dalam dekapan Djibril itu pun tiba-tiba kesakitan dan bersimbah darah lantaran terkena peluru nyasar.

Djibril yang sempat gembira tadi lantas tersergap rasa ketakutan yang datang tiba-tiba. Kekhawatiran dan teriakannya pun bercampur aduk sambil minta tolong kedua kelompok bandar narkoba tadi untuk segera memanggil ambulan dan menyelamatkan Mitralette. Dan kini, Mitralette sedang menuju ruang UGD untuk menjalani proses penyelamatan darurat.

Mitralette akhirnya gagal melakukan pertemuan sore hari dengan cewek yang mulai mencintai dan dicintainya. Isma hanya bisa menyesali segala yang sudah terjadi dan melibatkan dirinya tadi. Adapun Djibril berhasil meraih cita-citanya sebagai pengacara yang akan berusaha memutus keberlangsungan spesialisasi orang kulit putih dibandingkan orang kulit hitam di depan meja pengadilan hukum.

Realisasi Mimpi

Sampai disitulah akhir film La Cité Rose atau Asphalt Playground ini. Beragam sajian ironis cukup menghentak dan membuat miris bagi sebagian penonton. Walaupun tema semacam ini bisa ditemukan penonton dari film-film lain, tapi penyuaraan gerakan anti-rasisme yang disajikannya masih cukup mengharukan untuk didengarkan dan diinsafi bersama. Terlebih ketika disajikan dalam balutan realitas permasalahan yang tumbuh dan berkembang di belakang perjuangan.

Tentu selain spesialisasi golongan tertentu di mata hukum bisa disebut sebagai sesuatu yang ironis, tindakan onar dan rentan menjegal perjuangan itu juga ironis. Di satu sisi, Djibril berusaha menghentikan pembedaan hukum untuk orang-orang kulit hitam di meja hijau melaui jalur pendidikan dan keahlian. Di lain sisi, malah ada orang-orang kulit hitam yang berebut berkah bisnis narkoba lengkap dengan keserakahannya.

Walau solidaritas orang-orang kulit hitam sangat kuat dalam kebersamaan kasih-sayang di Cité Rose ini, tapi pertimbangan hukum salah dan benar, tidak semestinya dikompromikan. Yang juga mesti diperhatikan adalah nasib Mitralette yang penuh dengan janji-janji indahnya masa depan tadi. Jangan sampai minat Isma yang sempat menghentikan pendidikannya itu terus berlanjut dan menulari gerasi muda warga rumah susun berwarna rose atau pink itu. [deganό/BFilm]

EX NIHILO presente : Une Corproduction | EX NIHILO | DGK FILMS | FRANCE 2 CINEMA | TF1 DROITS AUDIOVISUELS | UGC | 2012 | La Cité Rose a.k.a Asphalt Playground

Share this article :

0 comments:

¡ REGÍSTRATE AHORA !
¡¡ Y te damos 1€ gratis con tu registro !!
withdraw : PayPal | Western Union | Neteller
 
Support : Action | Animation | Family
Copyright © 2013. BFILM - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger